Full width home advertisement

Seputar Hukum Ekonomi Syariah

Syariah Zaman Now

Post Page Advertisement [Top]

Forex Forum | Forex Trading Forums | MT5 Forum
Assalamualaikum Wr Wb
Apa Kabar Sobat HES semua?

Kali ini Admin HES mau bahas tentang kegiatan transaksi yang sekarang lagi trend nih.
Sobat HES pasti tau kan, kali ini mau bahas apa?
Yup, Bahas soal Uang Elektronik (E-Money).
Pasti Sobat HES semua pernah bertransaksi pakai E-Money kan?

Pernah gak sih bertanya-tanya sebenarnya boleh gak sih kita pakai E-Money untuk transaksi sehari-hari? Ada Ribanya kah?

Yuk Kita Bahas... 


Pengertian Uang Elektronik 

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/06/18 Tentang Uang Elektronik menjelaskan tentang uang elektronik adalah instrumen pembayaran yang memenuhi unsur sebagai berikut: 
(1) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit; 
(2) nilai uang dismpan secara elektronik dalam suatu media Server dan Chip; dan 
(3) nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai perbankan.

Sobat HES bisa baca lebih lanjut terkai PBI tersebut disini (Read/Download)
Baca dan Download juga: Fiqih Muamalah

Macam-Macam Uang Elektronik

Macam-macam Uang Elektronik Menurut PBI No.20/06/18 tentang uang elektronik.

Berdasarkan Penyimpanan:
1. Server Based, yaitu Uang Elektronik dengan media penyimpanan berupa server (Contoh: Aplikasi e-wallet seperti Gopay, Ovo, Dana dan lain-lain) 
2.Chip Based, yaitu Uang Elektronik dengan media penyimpanan chip (memiliki bentuk fisik, Contoh: Flazz dan lain-lain) 

Berdasarkan Pencatatan Identitas:
1. Unregistered, yaitu Uang Elektronik yang data Identitas penggunanya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit;
2. Regustered, yaitu Uang Elektronik yang data identitas pengunanya terdaftar dan tercatat pada penerbit.

Fatwa DSN-MUI tentang Uang Elektronik Syariah

Untuk membahas terkait boleh atau tidaknya uang elektronik menurut syariah dan ada atau tidaknya unsur-unsur yang diharamkan oleh syariah pada uang elektronik, tentunya harus disandingkan/dibandingkan dengan peraturan yang mengatur tentang kegiatan ekonomi syariah di indonesia dalam hal ini adalah Fatwa DSN-MUI. 

Pada akhir tahun 2017, DSN-MUI telah mengeluarkan Fatwa No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah.
Sobat HES bisa baca lebih lanjut fatwa tersebut disini (Read/Download).

Akad yang Dimungkinkan Pada Uang Elektronik

Setelah melakukan analisis terkait pendapat para tokoh ekonomi syariah dan ulama yang berbeda-beda dan pendapat terkait akad pada uang elektronik yang tentunya juga berbeda, menyimpulkan bahwa ada tiga akad yang dimungkinkan dapat digunakan dalam uang elektronik antara penerbit dan pengguna uang elektronik.

Berikut akad yang dimungkinkan pada uang elektronik:
1. Akad Ijarah Maushufah fii Dzimmah (Sewa-Menyewa dengan pembayaran dimuka/diawal)
2. Akad Wadiah (Titipan)
3. Akad Qard (Utang-Piutang)  

Dari ketiga akad diatas, masing-masing memiliki kecocokan dan permasalahannya tersendiri.
Baca dan Download juga: Rumah Sakit Bersertifikat Syariah

Kecocokan dan Permasalahan Setiap Akad

Berikut kecocokan dan permasalahan setiap akad yang dimungkinkan dalam uang elektronik:
1. Akad Ijarah Maushufah fii Dzimmah, akad ini menganggap bahwa ketika pengguna uang elektronik melakukan topup, ia diangggap membayar jasa diawal ke penyelenggara dan menggunakan jasanya sewaktu-waktu membutuhkan.

Namun pendapat tersebut sangat lemah dikarenakan Objek atau Jasa yang dibeli diawal harus jelas spesifikasinya. Kenyataannya ketika pengguna uang elektronik melakukan topup, ia tidak secara jelas mengungkapkan ataupun mengetahui  jasa atau spesifikasi objek yang ingin ia transaksikan.

Hal ini didasarkan pada Fatwa DSN No. 101/DSN-MUI/X/2016 tentang Ijarah Maushufah fii Dzimmah, yang menyebutkan bahwa Objek atau Jasa pada akad tersebut harus jelas. Sobat HES bisa baca lebih lanjut fatwa tersebut disini (Read/Download)

Dan didukung dengan Fatwa DSN No. 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah, yang mengungkapkan bahwa akad yang dapat digunakan antara penyelenggara dan pengguna uang elektronik adalah akad wadiah dan qard.

2. Akad Wadiah, Akad ini menganggap bahwa ketika pengguna uang elektronik melakukan topup, ia seperti menitipkan dananya pada penyelenggara yang sewaktu-waktu dapat digunakan dan atau dapat diambil kembali. 

Pada dasarnya akad wadiah dapat digunakan pada uang elektronik. Namun penyelenggara tidak dapat menggunakan dana pengguna uang elektronik, apabila penyelenggara menggunakan dana tersebut maka akadnya berubah menjadi akad qard.  Hal ini didasarkan pada Fatwa DSN No. 116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah.

Dikarenakan berkembang pesatnya uang elektronik dan makin banyaknya uang mengendap di penyelenggara uang elektronik, Bank Indonesia (BI) mewajibkan penyelenggara uang elektronik untuk meletakan dananya pada instrumen Perbankan di Indonesia untuk produktivitasnya pergerakan mata uang.
Kewajiban tersebut tertulis pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Pasal 48 No. 20/06/18 tentang uang elektronik. Hal tersebut secara otomatis membuat penyelenggara menggunakan dana pengguna uang elektronik dan juga menyebabkan akad wadiah tidak dapat diterapkan pada uang elektronik syariah. 

3.Akad Qard, akad terakhir ini menganggap bahwa pengguna yang melakukan topup uang elektronik, ia dianggap seperti memberikan utang pada penyelenggara uang elektronik.

Sama halnya dengan wadiah, akad qard pada dasarnya dapat digunakan pada uang elektronik syariah. Kemudian akad qard ini pula penyelenggara boleh menggunakan dana pengguna uang elektronik dan tetap menjamin pengguna yang sewaktu-waktu ingin menggunakan atau mengambil dana tersebut. 
Hal tersebut sesuai dengan Fatwa DSN No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang uang elektronik syariah.

Permasalahan yang muncul adalah ketika akad yang diterapkan adalah qard, penyelenggara tidak boleh memberikan diskon, point, potongan harga dan manfaat lainya pada pengguna uang elektronik.

Manfaat yang diberikan oleh penyelenggara dan atau dinikmati oleh pengguna uang elektronik tersebut dianggap riba. Hal ini didasarkan pada kaidah fikih yang berbunyi "setiap pinjaman (qard) yang memberikan manfaat adalah riba". Kaidah tersebut juga terdapat pada fatwa DSN No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-qard. Sobat HES bisa baca lebih lanjut fatwa tersebut disini (Read/Download)

Maka dari itu diskon, potongan harga, pemberian point dan manfaat lainnya adalah riba dan riba dalam islam adalah Haram. 

Kesimpulan

Akad yang digunakan pada uang elektronik adalah akad qard. Akad qard yang digunakan membuat bonus, diskon, pemberian point atau manfaat lainnya yang diberikan oleh penyelenggara kepada pengguna uang elektronik menjadi Riba. Riba dalam syariah diharamkan.

Perlu diingat bahwa yang riba adalah bonus, diskon, pemberian point atau manfaat lainnya maka tidak mengapa menggunakan uang elektronik selama tidak menikmati manfaat yang diberikan oleh penyelenggara.

Note:

Penyelenggara uang elektronik yang tidak menyatakan diri sebagai perusahaan penyelenggaraan produk syariah tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti aturan Fatwa DSN-MUI. 
Namun alangkah baiknya apabila penyelenggara mempertahankan ketentuan-ketentuan syariah yang ada, mengingat bahwa pengguna uang elektronik adalah Masyarakat beragama islam... 

Sumber:
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 20/06/18 Tentang Uang Elektronik
Fatwa DSN-MUI No.116/DSN-MUI/IX/2017 tentang Uang Elektronik Syariah
Fatwa DSN-MUI No. 101/DSN-MUI/X/2016 tentang Ijarah Maushufah fii Dzimmah
Fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qard

Terima Kasih Sobat HES sudah Mengunjungi Situs ini.
Kalo ada Kekurangan Silahkan Tambahkan di Kolom Komentar.
Kalo Menurut Sobat HES Konten ini Bermanfaat Jangan Lupa Like, Comment and Share.
Supaya Manfaat ini gak berhenti dikalian dan Admin Jadi Semangat Buat Konten nya.

Apabila ada link yang salah atau link yang rusak silahkan hubungi Admin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]